Hai Addict, long time no see. Apa kabar? Kangen
rasanya bikin post-post alay di Blog
yang makin lama makin dekil gara-gara nggak pernah gua buka. Saking dekilnya,
gua butuh waktu kurang lebih satu jam buat beres-beres timeline. Mulai dari sapu bersih sarang laba-laba, ngusir
gelandangan yang udah bikin Blog gua kayak panti asuhan, nyapu, ngepel, sampai
menata ulang hati.
Eh, menata ulang template maksudnya.
Ngomong-ngomong soal
hati, gua hampir lupa nyapa fakir-fakir asmara penunggu pintu gerbang cinta. How’s your day, guys? Masih sama seperti
hape kalian yang selalu sepi kah?
Anyway,
I know how it feels. Hiks. Sedih.
Bukan sedih karena hape
gua sepi, bukan. Tapi ya, I really know
how it feels.
Rasa sedih ketika lo
menyadari kalo di setiap pertemuan selalu ada perpisahan. Ketika lo sadar kalo
apa yang ada disekitar lo pada akhirnya harus pergi dan kembali ke jalannya
sendiri. Ninggalin lo. Dan bersamaan dengan itu, lo juga menyadari kalau lo
merindu.
Banyak hal yang terjadi
di setahun belakangan ini. Kalau lo mahasiswa, lo pasti tau hal-hal apa aja
yang mungkin bisa gua alami selama satu tahun. Dan bagian paling seremnya
menurut gua adalah, tentang Pertemuan dan Perpisahan itu sendiri.
Di tahun ini, Tuhan
bener-bener baik sama gua. Gua dipertemukan sama banyak orang hebat. Beberapa
dari mereka sebenernya wajah lama. Tapi Tuhan mengizinkan gua buat mengenal
mereka lagi lebih dekat so finally I know
how special they are.
Have
you ever heard about this quote?
When people come into us,
They automatically divided by two;
Stay a little longer and being part
of you, or leave as a lesson
Well,
it’s okay if you never heard it. Actually, it made by me and it just posted
here. Meskipun gua tau gua menyimpulkan quote ini dari beberapa quote lain yang juga punya arti sama.
Tapi jelas, pepatah
macam ini faktanya benar terjadi. Ketika gua dihadapkan sama sebuah alasan –
entah itu kepanitiaan, rasa sakit, obrolan kecil di ruang tunggu, gua baru tau
kalau mereka yang sedang berbicara dihadapan gua sebenarnya adalah orang-orang
luar biasa. Tapi sialnya, setelah semua alasan itu berakhir – atau gampangnya
setelah kepanitiaan itu selesai, mereka juga ikut pergi. Dan yang kayak gua
bilang tadi, mereka pergi sebagai pelajaran. Lebih mirisnya lagi, beberapa dari
mereka pergi meninggalkan kenangan.
Gua benci perubahan.
Gua benci perpisahan.
Gua benci harus
ngebayangin orang-orang yang gua sayang pergi gitu aja. Apalagi kalau gua
menyadari kalau gua belum melakukan apapun untuk mereka. Meski itu cuma sekedar
kata maaf dan terima kasih.
Tapi bodohnya, kita
nggak akan pernah menyadari betapa berartinya seseorang buat kita sebelum
perpisahan itu terjadi. Dan lebih bodohnya lagi, kita baru bakal ngucapin maaf
dan terima kasih justru setelah orang itu pergi.
Perubahan itu perlu.
Tapi harus diperhatiin perbedaan antara perubahan sama perpisahan. Berubah,
nggak selalu harus berpisah. Kalau lo ngerasa lo udah nggak sanggup sama orang-orang
yang ada di sekitar lo, saran gua cuma satu. Lo harus pergi menjauh sejenak,
datengin tempat yang menurut lo paling istimewa, setel lagu yang paling lo
suka, dan bayangin hal-hal yang udah lo jalanin bareng sama temen-temen lo.
Perpisahan itu lumrah.
Tapi inget, Tuhan mengirimkan orang-orang hebat itu ke hadapan lo karena Dia
tau mereka yang terbaik buat lo. Jangan hancurin amanah yang udah Tuhan kasih
hanya karena ego yang seharusnya bisa lo kendaliin, guys.
Penyesalan nggak pernah
datang duluan. Tuhan yang mempertemukan, maka Dia juga yang punya hak atas setiap
perpisahan.